Translate

Welcome

Selamat datang di blog saya, dan terima kasih atas kunjungannya SEMOGA ANDA TIDAK BOSAN ATAS BLOG SAYA, jangan lupa di beri kritik dan saran ya..... Welcome to my blog, and thanks for visiting, do not forget to give criticism and advice in it .....

Kamis, 29 Desember 2011

MAKALAH BURUNG RANGKONG


1. BURUNG RANGKONG

 

Nama Inggris: Hornbill

Nama Indonesia: Rangkong, Julang, Kangkareng, Enggang

Klasifikasi Ilmiah:

Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Class: Aves
Ordo: Bucerotiformes
Family: Bucerotidae

2. Morfologi Umum

Burung enggang, julang, burung tahun atau kangkareng merupakan sebutan lain dari burung rangkong (Hornbill) yang kita kenal di Indonesia.  Burung rangkong merupakan kelompok burung yang mudah dikenali karena memiliki ciri khas berupa paruh yang besar dengan struktur tambahan di bagian atasnya yang disebut balung (casque). Di Indonesia, ukuran tubuh rangkong berkisar antar 40 cm sampai 150 cm, dengan rangkong terberat mencapai 3.6 Kilogram.  Umumnya warna bulu di dominasi oleh warna hitam untuk bagian badan dan putih bagian ekor, sedangkan warna bagian leher dan kepala cukup bervariasi. Ciri khas burung rangkong lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan suara “calling”, contohnya untuk Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) mempunyai suara “calling” seperti orang tertawa terbahak-bahak dan dapat terdengar dari jarak 3 Km. Karakter unik di atas dapat dipergunakan sebagai identifikasi di lapangan untuk setiap jenis burung rangkong.

3. Persebaran dan Habitat

Di seluruh dunia terdapat 54 jenis burung rangkong. Burung rangkong mempunyai sebaran mulai dari daerah sub-sahara Afrika, India, Asia Tenggara, New Guinea dan Kepulauan Solomon Sebagian besar hidup di hutan hujan tropis dan hanya beberapa jenis saja yang hidup di daerah kering seperti di Afrika. Indonesia merupakan rumah bagi 13 jenis burung rangkong yang tersebar di hutan hujan tropis, tiga diantaranya bersifat endemik. Mayoritas, rangkong banyak ditemukan di daerah hutan dataran rendah hutan perbukitan (0 – 1000 m dpl). Di daerah pegunungan (> 1000 m dpl) rangkong sudah mulai jarang ditemukan. Pulau Sumatera menempati jumlah terbanyak dengan 9 jenis, di susul dengan Kalimantan dengan 8 jenis. Dengan banyaknya jenis burung rangkong di Indonesia menjadikan daerah penting untuk konservasi burung rangkong di dunia.

4.Perilaku Makan

Burung rangkong yang hidup di hutan hujan tropis umumnya bersifat frugivorous. Buah beringin (Ficus spp) yang berbuah sepanjang tahun di hutan tropis Indonesia merupakan makanan yang sangat penting bagi burung rangkong (Kemp 1995, Hadiprakarsa, 2001). Selain buah beringin, jenis buah-buahan lainnya juga di konsumsi oleh burung rangkong seperti buah pala hutan (Myristicaceae) yang kaya akan protein dan lipid, kenari-kenarian (Burseraceae). Selain makanan berupa buah-buahan, burung rangkong juga memakan invertebrata dan vertebrata kecil. Selain untuk memenuhi kebutuhannya seperti saat perkembangbiakan, makanan berupa invertebrata dan vertebatra kecil juga di konsumsi sebagai makanan pengganti di saat ketersediaan buah mulai menipis. Di dukung oleh postur tubuh yang memungkinkan burung rangkong terbang cukup jauh (200-1200 m/jam,) dan kapasitas perut yang cukup besar, burung rangkong dapat memencarkan biji hampir di seluruh bagian hutan tropis sehingga dapat menjaga dinamika hutan.

 

5. Reproduksi

Sebagian besar burung rangkong Indonesia hidup secara berpasangan (monogamous), hanya 3 jenis yang hidup secara berkelompok. Selama masa perkembangbiakan semua jenis burung rangkong yang hidup di hutan tropis bersarang di pohon berlubang yang terbentuk secara alami. Berdasarkan hasil penelitian pohon berlubang yang tersedia di alam mempunyai diameter pohon lebih besar dari 45 cm. Pada saat bersarang rangkong betina akan masuk kedalam lubang yang kemudian ditutup oleh lumpur dan kotorannya—hanya menyisakan sedikit celah untuk mengambil makanan dari rangkong jantan atau anggota kelompoknya dengan menggunakan paruh. Setiap jenis burung rangkong mempunyai daur perkembangbiakan yang berbeda, hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, musim hujan dan pohon berlubang di dalam habitatnya. (Kemp, 1995). Setelah bersarang, selama 4-6 hari rangkong betina akan mengeluarkan telur yang berjumlah antara dua (untuk rangkong berukuran besar) sampai delapan butir telur (untuk rangkong berukuran kecil). Setelah telur menetas rangkong betina akan mengerami telurnya (inkubasi) mulai dari 23 sampai 42 hari tergantung dari jenisnya.

6. Konservasi

Seluruh jenis rangkong di Indonesia di lindungi oleh pemerintah yang di tuangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Berdasarkan IUCN, 5 jenis rangkong Indonesia berstatus terancam dan satu jenis bersifat mendekati kepunahan. Ancaman utama burung rangkong adalah hilangnya kawasan hutan dimana mereka tinggal. Selain tekanan terhadap habitatnya, burung rangkong juga mendapatkan ancaman lainnya seperti perburuan liar untuk diperdagangkan sebagai binatang peliharaan, dan sebagai hiasan rumah. Bahkan balung dari Rangkong gading (Rhinoplax vigil) telah di export ke China di jaman dinasti Ming sebagai symbol keburuntungan. Di Indonesia ancaman berupa perburuan tidak banyak diketahui jumlahnya, tapi di yakini burung ini merupakan salah satu target perburuan untuk konsumsi maupun peliharaan. . Pagi ini ada yang menarik, cukup lama gak sempat buka-buka milis (kebetulan internet kantor tidak bisa untk buka email), terpaksa deh musti buka arsip milis lewat browser groups.yahoo.com agak lama memang tapi mo gimana lagi dari pada harus ketinggalan berita di milis. Ada yang cukup menarik dari postingan yang dikirim rekan di salah satu milis. Tentang sebuah project konservasi, tepatnya aksi konservasi burung rangkong (buceros rhinoceros) yang akan dilakukan. yah, sangat berbeda dengan aksi-aksi yang biasa kita jumpai, aksi ini dilakukan dengan memberikan bulu ekor burung rangkong yang dikumpulkan dari kebun binatang di US dan Eropa kepada masyarakat Dayak.

Kenapa masyarakat suku Dayak? mungkin sebagian banyak dari kita telah mengetahui arti burung rangkong bagi masyarakat Dayak, dimana bulu-bulu burung rangkong banyak digunakan pada upacara maupun tarian tradisional masyarakat Dayak. Sebuah aksi yang sangat briliian yang terpikirkan oleh rekan-rekan penggiat konservasi. Meskipun saya pribadi dan mungkin rekan-rekan penggiat konservasi sangat yakin bahwa masyarakat Dayak mengambil bulu burung rangkong dengan sangat arif dari alam, aksi ini mungkin akan membantu kelestarian burung rangkong di alam.

Jadi inget sebuah cerita dulu tentang budaya Masyarakat Tengger.

Semula masyarakat tengger tidak mengenal budaya janur (daun kelapa yang masih muda) untuk menghias pada saat ada perayaan atau upacara. Namun, atas jasa Dinas Pariwisata pada masa itu, budaya masyarakat Hindu Bali yang erat dengan hiasan jamur dimasukkan ke budaya masyarakat Tengger. Maka jadilah budaya masyarakat Tengger yang sekarang ini. Apakah budaya itu asli punya masyarakat tengger? yang jelas 'sekarang' itulah budaya mereka.

Upaya hibah bulu burung rangkong ke masyarakat Dayak bisa diibaratkan hibah cangkang (kerang) ke masyarakat Indian di amrik atau suku pedalaman di afrika. Masalahnya mungkin tidak se-simpel itu. Ketika kita sudah mengarah ke area 'budaya' ini akan memunculkan beberapa dilematika. Bayangkan saja, benda yang sebelumnya mereka anggap berharga, terus apa jadinya kalau benda yang berharga itu tiba-tiba jadi tidak berharga karena secara tiba-tiba pula jumlahnya melimpah. Nilai ekonomis barang akan jatuh bila kuantitasnya bertambah. Apa yang akan membuat mereka berbangga 'dihadapan' leluhur? juga apa mungkin simbol derajat kemasyarakatan di komunitas mereka bisa tetap terjaga?

Ternyata beberapa teman milis yang lain juga menanggapi beragam terhadap Project pembagian bulu burung ini. Yang paling parah, kebayang kalo sampek proyek ini terlaksana: Bulu-bulu ada dimana-mana, yang semula masyarakat Dayak menggunakannya saat acara/ritual tertentu, kini mereka menggunakannya setiap saat (buat kilik hidung, korek kuping, kemucing, hiasan rumah, dan lain sebagainya). Intinya beragam kemungkinan bisa terjadi, terlepas dari niatan baik project ini.

Tentang burung rangkong/hornbill, merupakan burung keluarga Enggang (Bucerotidae) yang di indonesia memiliki 14 spesies dan tersebar di sepanjang pulau-pulau nusantara. Jenis burung yang sangat unik dan keindahan yang luar biasa (tidak bisa dijelaskan hanya dengan gambar). Bagi orang yang belum pernah melihatnya, burung ini bisa dicirikan oleh ukuran tubuhnya yang besar (kurang lebih dua kali ayam kampung) dan memiliki paruh yang sangat besar menyerupai tanduk sehingga dinamakan hornbill yang berarti 'paruh tanduk'. burung ini juga bisa dikenali dari suaranya yang keras serta warna tubuh yang mencolok. Jenis kelamin rangkong dewasa bisa dikenali berdasarkan perbedaan warna pada paruh, cula, warna sayap dan mata.

Satu lagi yang unik dari cara hidup burung rangkong ini adalah bahwa burung ini tidak membuat sarang untuk tinggal dan berkembang biak selayaknya burung-burung yang lain. sebagai gantinya mereka biasanya memanfaatkan pohon yang memiliki cerukan. Ketika bertelur, burung rangkong betina ditutup bersama telur-telurnya di dalam cerukan pohon dengan lumpur. Hampir seluruhnya cerukan tertutup lumpur, hanya menyisakan celah kecil untuk sang jantan mengirim makanan kepada sang betina. Ini dilakukan sampai proses mengerami selesai dan anak-anak burung rangkong mulai dewasa. Cara ini dapat melindungi burung betina dan anaknya yang masih muda dari ancaman predator seperti macan dahan dan ular, tetapi tidak bagi orang semisal masyarakat kubu yang pandai memanjat pohon dan sangat menyukai daging burung rangkong ini.

7. Keanekaragaman Burung Rangkong (Enggang) Indonesia

Keanekaragaman burung Rangkong atau Enggang di Indonesia sangat tinggi di bandingkan negara lain. Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki jenis burung Rangkong. Dari 57 spesies burung Rangkong yang terdapat di seluruh dunia, 14 diantaranya terdapat di Indonesia. Keanekaragaman burung Rangkong itu makin terasa lantaran tiga jenis diantaranya merupakan endemik Indonesia yang tidak terdapat di negara lain.

Burung Rangkong dikenal juga sebagai Julang, Enggang, dan Kangkareng atau bahasa Inggris disebut Horbbill merupakan nama burung yang tergabung dalam suku Bucerotidae. Burung Rangkong atau Enggang mempunyai ciri khas pada paruhnya yang mempunyai bentuk menyerupai tanduk sapi. Nama ilmiahnya, “Bucerotidae” mempunyai arti “tanduk sapi” dalam bahasa Yunani.

Kenekaragaman Rangkong Di Indonesia. Burung Rangkong atau Enggang (Hornbill) terdiri atas 57 spesies yang tersebar di Asia dan Arika. 14 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Bahkan 3 diantaranya merupakan Rangkong endemik Indonesia.

Ketiga Rangkong atau Enggang endemik Indonesia adalah:

Rangkong Sulawesi atau Julang Sulawesi Ekor Hitam (Rhyticeros Cassidix); Rangkong ini merupakan satwa endemik pulau Sulawesi dan sekaligus menjadi fauna identitas Sulawesi Selatan). Satwa yang nama ilmiahnya bersinonim dengan Aceros cassidix ini oleh masyarakat setempat disebut juga sebagai Rangkong Buton, Burung Taonn, Burung Alo.
Julang Sulawesi Ekor Putih atau Kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus); Julang Sulawesi Ekor Putih merupakan endemik pulau Sulawesi
Julang Sumba (Rhyticeros averitti). Julang Sumba merupakan satwa endemik Sumba, Nusa Tenggara Barat. Selain disebut Julang Sumba burung ini juga disebut Goanggali, Nggokgokka, atau Rangkong Sumba.

Selain ketiga Rangkong endemik yang terdapat di Sulawesi dan Sumba tersebut masih terdapat jenis-jenis Rangkong lainnya yang tersebar di Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Jenis-jenis itu diantaranya: rangkong

Kangkareng Perut-putih atau Burung Kelingking (Anthracoceros albirostris)
Kangkareng Hitam atau Enggang Gatal Birah atau Burung Kekek (Anthracoceros malayanus)
Enggang Cula atau Rangkong Badak atau Burung Tahun-tahun (Buceros rhinoceros)
Enggang Papan atau Rangkong Papan (Buceros bicornis)
Enggang Gading atau Rangkong Gading atau Enggang Terbang Mentua (Rhinoplax vigil)
Enggang Klihingan atau Enggang Konde atau Julang Jambul Abu-abu atau Burung Arau atau Burung Belukar (Anorrhinus galeritus)
Enggang Jambul atau Enggang Jambul Putih (Berenicornis comatus)
Julang Jambul Hitam atau Enggang Berkedut (Aceros corrugatus)
Julang Emas atau Julang Mas atau Enggang Musim atau Enggang Gunung (Rhyticeros undulatus)
Rangkong Dompet (Rhyticeros subruficollis)
Rangkong Dompet (Rhyticeros plicatus)

Enggang Gading atau Enggang Terbang Mentua (Rhinoplax vigil) merupakan satwa yang dijadikan maskot (fauna identitas) Kalimantan Barat. Sedangkan Rangkong Papan (Buceros bicornis) merupakan jenis Rangkong yang paling besar yang memiliki panjang tubuh mencapai 160 cm.

Mengenal Burung Rangkong. Secara umum burung Rangkong atau Enggang mempunyai ciri khas berupa paruh yang sangat besar menyerupai tanduk. Di Indonesia, ukuran tubuh Rangkong sekitar 40 – 150 cm, dengan rangkong terberat mencapai 3.6 Kilogram. Umumnya warna bulu Rangkong didominasi oleh warna hitam (bagian badan) dan putih pada bagian ekor. Sedangkan warna bagian leher dan kepala cukup bervariasi.

Ciri khas burung rangkong lainnya adalah suara dari kepakan sayap dan suara “calling”, seperti yang dipunyai Rangkong Gading (Buceros vigil) dengan “calling” seperti orang tertawa terbahak-bahak dan dapat terdengar hingga radius 3 Km.

Burung Rangkong tersebar mulai dari daerah sub-sahara Afrika, India, Asia Tenggara, New Guinea dan Kepulauan Solomon Sebagian besar hidup di hutan hujan tropis. Rangkong banyak ditemukan di daerah hutan dataran rendah dan perbukitan (0 – 1000 m dpl). Makanan Rangkong terutama buah-buahan dan sesekali binatang2 kecil seperti kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga.

Keanekaragaman burung Rangkong atau Enggang di Indonesia ini merupakan sebuah kebanggaan. Sayangnya makin hari populasi Rangkong di Indonesia makin menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kawasan (habitat) sebagai akibat deforestasi hutan, berkurangnya makanan dan tempat bersarang, dan perburuan Rangkong.


8. Perkembangbiakan
Musim bersarang rangkong Sulawesi dimulai pada awal Juli dan berakhir
pada pertengahan Januari. Masa bersarang dari 2 pasang rangkong yang
diamati
mulai dari penutupan sarang sampai keluar sarang adalah 133
hari. Burung
betina memilih bersarang di lubang-lubang kayu. Pohon
sarang mempunyai
ketinggian berkisar 10-42 m. Selama musim mengeram,
betina terkungkung
dalam lubang kayu dan sama sekali tak pernah keluar
hingga telurnya menetas. Persiapan mengeram cukup unik. Setelah telur
siap dierami, betina berusaha menutup lubang sarang dengan menutup
lubang sarang dengan menggunakan kotoran, lumpur, ranting, dan serbuk
kayu yang dioleskannya dengan paruh pada lubang sarang; mirip dengan
tukang memplester tembok. Sedikit demi sedikit lubang sarang tertutup;
akhirnya yang disisakan tinggal lubang kecil berukuran sekitar 5 - 7,5
cm. Kegiatan menutup lubang sarang dimulai ketika betina sudah 2 - 3
hari berada di sarang. Selama masa mengeram betina terkungkung dalam
lubang. Suplai makanan diberikan oleh sang suami, si jantan, yang
dengan setia melakukannya selama betina mengeram. Jumlah telur biasanya
2 butir, meskipun demikian biasanya hanya satu ekor anak yang akhirnya
hidup. Jika telur telah menetas dan anak burung agak besar, dinding
penutup lubang dirusakkan oleh induk dengan cara mematuknya.

2 komentar: