Translate

Welcome

Selamat datang di blog saya, dan terima kasih atas kunjungannya SEMOGA ANDA TIDAK BOSAN ATAS BLOG SAYA, jangan lupa di beri kritik dan saran ya..... Welcome to my blog, and thanks for visiting, do not forget to give criticism and advice in it .....

Kamis, 29 Desember 2011

Makalah cendrawasi










1. Burung cendrawasi
Burung-burung cendrawasih merupakan anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Mereka ditemukan di Indonesia timur, pulau-pulau selat Torres, Papua Nugini, dan Australia timur. Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu burung jantan pada banyak jenisnya, terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit yang tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya. Ukuran burung cendrawasih mulai dari Cendrawasih Raja pada 50 gram dan 15 cm hingga Cendrawasih Paruh-sabit Hitam pada 110 cm dan Cendrawasih Manukod Jambul-bergulung pada 430 gram.
Burung cendrawasih yang paling terkenal adalah anggota genus Paradisaea, termasuk spesies tipenya, cendrawasih kuning besar, Paradisaea apoda. Jenis ini dideskripsikan dari spesimen yang dibawa ke Eropa dari ekpedisi dagang. Spesimen ini disiapkan oleh pedagang pribumi dengan membuang sayap dan kakinya agar dapat dijadikan hiasan. Hal ini tidak diketahui oleh para penjelajah dan menimbulkan kepercayaan bahwa burung ini tidak pernah mendarat namun tetap berada di udara karena bulu-bulunya. Inilah asal mula nama bird of paradise ('burung surga' oleh orang Inggris) dan nama jenis apoda - yang berarti 'tak berkaki'.
Banyak jenis mempunyai ritual kawin yang rumit, dengan sistem kawin jenis-jenis Paradisaea adalah burung-burung jantan berkumpul untuk bersaing memperlihatkan keelokannya pada burung betina agar dapat kawin. Sementara jenis lain seperti jenis-jenis Cicinnurus dan Parotia memiliki tari perkawinan yang beraturan. Burung jantan pada jenis yang dimorfik seksual bersifat poligami. Banyak burung hibrida yang dideskripsikan sebagai jenis baru, dan beberapa spesies diragukan kevalidannya.
Jumlah telurnya agak kurang pasti. Pada jenis besar, mungkin hampir selalu satu telur. Jenis kecil dapat menghasilkan sebanyak 2-3 telur (Mackay 1990).

2. Evolusi dan morfologi

Meskipun burung berdarah panas, ia berkerabat dekat dengan reptil. Bersama kerabatnya terdekat, suku Crocodylidae alias keluarga buaya, burung membentuk kelompok hewan yang disebut Archosauria.
Diperkirakan burung berkembang dari sejenis reptil di masa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya, sayap primitif yang merupakan perkembangan dari cakar depan itu belum dapat digunakan untuk sungguh-sungguh terbang, dan hanya membantunya untuk bisa melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang lebih rendah.
Burung masa kini telah berkembang sedemikian rupa sehingga terspesialisasi untuk terbang jauh, dengan perkecualian pada beberapa jenis yang primitif. Bulu-bulunya, terutama di sayap, telah tumbuh semakin lebar, ringan, kuat dan bersusun rapat. Bulu-bulu ini juga bersusun demikian rupa sehingga mampu menolak air, dan memelihara tubuh burung tetap hangat di tengah udara dingin. Tulang belulangnya menjadi semakin ringan karena adanya rongga-rongga udara di dalamnya, namun tetap kuat menopang tubuh. Tulang dadanya tumbuh membesar dan memipih, sebagai tempat perlekatan otot-otot terbang yang kuat. Gigi-giginya menghilang, digantikan oleh paruh ringan dari zat tanduk.
Kesemuanya itu menjadikan burung menjadi lebih mudah dan lebih pandai terbang, dan mampu mengunjungi berbagai macam habitat di muka bumi. Ratusan jenis burung dapat ditemukan di hutan-hutan tropis, mereka menghuni hutan-hutan ini dari tepi pantai hingga ke puncak-puncak pegunungan. Burung juga ditemukan di rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai, tengah lautan, gua-gua batu, perkotaan, dan wilayah kutub. Masing-masing jenis beradaptasi dengan lingkungan hidup dan makanan utamanya.
Maka dikenal berbagai jenis burung yang berbeda-beda warna dan bentuknya. Ada yang warnanya cerah cemerlang atau hitam legam, yang hijau daun, coklat gelap atau burik untuk menyamar, dan lain-lain. Ada yang memiliki paruh kuat untuk menyobek daging (Elang), mengerkah biji buah yang keras (Burung manyar), runcing untuk menombak ikan (Burung Kormoran), pipih untuk menyaring lumpur (Bebek), lebar untuk menangkap serangga terbang (Burung kacamata biasa), atau kecil panjang untuk mengisap nektar (‘Ō‘ō Kaua‘i). Ada yang memiliki cakar tajam untuk mencengkeram mangsa, cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan serasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek perut musuhnya.

3.  Kebiasaan

Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya cangkangnya lebih keras karena berkapur. Beberapa jenis burung seperti burung maleo dan burung gosong, menimbun telurnya di tanah pasir yang bercampur serasah, tanah pasir pantai yang panas, atau di dekat sumber air panas. Alih-alih mengerami, burung-burung ini membiarkan panas alami dari daun-daun membusuk, panas matahari, atau panas bumi menetaskan telur-telur itu; persis seperti yang dilakukan kebanyakan reptil.
Akan tetapi kebanyakan burung membuat sarang, dan menetaskan telurnya dengan mengeraminya di sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana dari tumpukan rumput, ranting, atau batu; atau sekedar kaisan di tanah berpasir agar sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan tidak mudah terguling. Namun ada pula jenis-jenis burung yang membuat sarangnya secara rumit dan indah, atau unik, seperti jenis-jenis manyar alias tempua, rangkong, walet, dan namdur.
Anak-anak burung yang baru menetas umumnya masih lemah, sehingga harus dihangatkan dan disuapi makanan oleh induknya. Kecuali pada jenis-jenis burung gosong, di mana anak-anak burung itu hidup mandiri dalam mencari makanan dan perlindungan. Anak burung gosong bisa segera berlari beberapa waktu setelah menetas, bahkan ada pula yang sudah mampu terbang.
Jenis-jenis burung umumnya memiliki ritual berpasangan masing-masing. Ritual ini adalah proses untuk mencari dan memikat pasangan, biasanya dilakukan oleh burung jantan. Beberapa jenis tertentu, seperti burung merak dan cenderawasih, jantannya melakukan semacam tarian untuk memikat si betina. Sementara burung manyar jantan memikat pasangannya dengan memamerkan sarang setengah jadi yang dibuatnya. Bila si betina berkenan, sarang itu akan dilanjutkan pembuatannya oleh burung jantan hingga sempurna; akan tetapi bila betinanya tidak berkenan, sarang itu akan dibuang atau ditinggalkannya.

4. Burung dan manusia

Burung telah memberikan manfaat luar biasa dalam kehidupan manusia. Beberapa jenis burung, seperti ayam, kalkun, angsa dan bebek telah didomestikasi sejak lama dan merupakan sumber protein yang penting; daging maupun telurnya.
Di samping itu, orang juga memelihara burung untuk kesenangan dan perlombaan. Contohnya adalah burung-burung merpati, perkutut, murai batu dan lain-lain. Burung-burung elang kerap dipelihara pula untuk gengsi, gagah-gagahan, dan untuk olahraga berburu. Banyak jenis burung telah semakin langka di alam, karena diburu manusia untuk kepentingan perdagangan tersebut.
Selain itu populasi burung juga terus menyusut karena rusaknya habitat burung akibat kegiatan manusia. Oleh sebab itu beberapa banyak jenis burung kini telah dilindungi, baik oleh peraturan internasional maupun oleh peraturan Indonesia. Beberapa suaka alam dan taman nasional juga dibangun untuk melindungi burung-burung tersebut di Indonesia.
Yang menyenangkan, beberapa tahun belakangan ini telah tumbuh kegiatan pengamatan burung (birdwatching) di kalangan pemuda dan pelajar. Kegiatan yang menumbuhkan kekaguman dan kecintaan pada jenis-jenis burung yang terbang bebas di alam ini, sekaligus merintis kecakapan meneliti alam — terutama kehidupan burung — di kalangan generasi muda tersebut.

 


Ada Kicauan Burung Cenderawasih di Balik Kerusakan Cyklops

 

6. Ada Kicauan Burung Cenderawasih di Balik Kerusakan Cyklops

KabarIndonesia - Letak Cagar Alam Cyklops sangat strategis. Tepatnya di jantung Ibukota Kabupaten Jayapura dan hanya sekitar 45 KM arah timur Kota Jayapura atau Ibukota Provinsi Papua. Dengan jarak yang begitu dekat, warga kota bisa melihat kekayaan keanekaragaman hayati kawasan Cagar Alam Cyklops. Termasuk kicauan burung Nuri Kepala Hitam [Lorius lorry], dan suara burung Cenderawasih [Paradise sp].

Adalah inisiatif Marcel Suebu peraih Kalpataru 2005 untuk berjuang melestarikan kembali kawasan Cyklop yang rusak dijarah tangan tangan tak bertanggung jawab. Bagi guru antropologi SMA Negeri I Sentani Kabupaten Jayapura itu tak ada kata menyerah. Pasalnya hampir semua imbauannya tak pernah digubris hingga Maret lalu hujan lebat dan kawasan Cyklop runtuh dan terjadi banjir besar. Beberapa jembatan yang menghubungkan Kota Jayapura ke bandara Sentani terputus.  

Namun di balik itu Cagar Alam Cyklops ternyata terancam rusak oleh kegiatan pembangunan maupun ulah manusia yang tidak bertanggungjawab.  Masih ada kelompok pecinta alam yang mau berusaha melestarikan alam pesona Cyklop alias Dafonsoro untuk sebutan orang orang suku Sentani Kabupaten Jayapura. "Kalau kegiatan perambahan hutan maupun perburuan burung terus berlanjut, kicauan burung semakin jauh," tegas Marcel Suebu, Ketua Club Pencinta Alam [CPA] Hirosi kepada Kabar Indonesia di lokasi Cyklops, Senin [10/12].

Walau demikian menurut Suebu, saat ini di lokasi CPA Hirosi hanya sekitar 5 KM dari Airport Sentani, lengkingan kicauan suara burung Cenderawasih masih terdengar pada pagi hari dan sore. "Anda kalau mau lihat dan dengar suara burung Cenderawasih, datang ke CPA Hirosi Cyklops," jelas Suebu bersemangat.

Untuk menghijaukan kembali lahan seluas 10 hektar di Cykloop Selatan dan kawasan lainnya, mereka mulai mencoba menanam lahan-lahan kritis dan alang-alang dengan pohon-pohon jenis asli Papua. Menurut Marcel Suebu, kegiatan di atas lahan seluas 10 ha itu dimulai sejak tahun 2005 hingga sekarang ini. Kegiatan ini melibatkan kaum muda di Distrik Sentani, termasuk para pelajar dan masyarakat adat.

"Meskipun banyak tantangan, namun kerjasama dengan berbagai pihak cukup memberikan jalan keluar," ungkap Marcel, peraih Kalpataru 2005. Suebu mengatakan, sampai saat ini belum ada data-data yang jelas tentang laju kerusakan Cagar Alam Cyklops.

Meski demikian, jika dikaji lebih mendalam, sebenarnya kawasan ini lambat laun mulai rusak. Untuk mengantisipasinya, Suebu dan kawan-kawan sudah beberapa kali menegur warga yang menembak burung dengan menggunakan senapan angin, termasuk penebangan kayu log dan melaporkan kepada Polsus Kehutanan.

Selamatkan Cyklops Menyelamatkan Cagar Alam Cyklops sebenarnya bukan tanggungjawab kelompok pencinta alam saja, tetapi semua pihak. Dimana mereka sangat tergantung dengan kelangsungan Cyklops sebagai daerah tangkapan air dan sumber air Danau Sentani serta air minum bagi warga Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Secara terpisah Kepala Bapedalda Kota Jayapura, Drs Jan Hendrik Hamadi mengatakan, menurunnya kawasan tangkapan air menyebabkan debit air semakin menurun. Data PDAM Kabupaten Jayapura memperkirakan penurunan debit air sudah mencapai 50 persen.

"Hal ini akan berdampak pada kebutuhan dasar pokok manusia. Yaitu sumber air minum terancam," jelas Kepala Bapedalda Kota Jayapura kepada wartawan di Jayapura belum lama ini. Dijelaskan awalnya ada sekitar 50-an sumber air [mata air] yang berfungsi.

Namun sekarang menurun drastis sampai 20 % saja. Menurunnya debit air tersebut dikarenakan daerah tangkapan air maupun lahan terbuka lainnya telah menjadi lahan aktivitas masyarakat untuk berkebun dan menebang pohon-pohon yang berfungsi sebagai kawasan tangkapan air. "Jika kita tidak melindungi daerah sumber air dan tangkapan air, maka 25 tahun mendatang tentu akan terjadi kekurangan air yang berkepanjangan," jelasnya lagi.

Konservasi Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cyklops merupakan salah satu daerah konservasi di Papua dan meliputi kawasan seluas 31.600 ha. Kawasan ini membentang memanjang antara Teluk Tanah Merah di sebelah barat dan Teluk Yos Sudarso [Humbold] di sebelah Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik dan sebelah selatan pegunungan berbatasan dengan Danau Sentani.

Kota Jayapura yang letaknya di dekat Teluk Yos Sudarso merupakan garis batas di sebelah timur. Sedangkan 38 KM ke arah barat adalah Depapre yang terletak di Teluk Tanah Merah merupakan garis batas di sebelah barat. Cagar Alam Pegunungan Cyklops terdiri dari sebaris pegunungan yang melintang arah timur barat dengan puncak tertinggi Gunung Rafeni [1.888 meter], Gunung Rara [1700 meter] dan Gunung Dafonsoro [1530 meter].

Adapun alasan penting melindungi kawasan ini adalah karena memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi, serta sebagai pusat endemik dan evolusi spesies penting dalam biografis Pulau Papua. Selain sebagai sumber utama air minum bagi warga kota Jayapura, Cagar Alam Pegunungan Cyklops juga menjadi unsur utama persediaan air bagi Danau Sentani.

Sementara itu, puncak Gunung Cyklops ditumbuhi tanaman kerdil yang didominasi oleh Castonopis sp, Nothofagus sp dan Dacrydium elatum. Selain itu mempunyai keanekaragaman fauna dan flora yang tinggi. Ada 278 spesies burung di Pegunungan Cyklops, namun hanya 112 spesies yang dipastikan keberadaannya di kawasan cagar alam itu. Lalu ada 86 spesies mamalia.

Namun hanya 40 spesies yang dipastikan keberadaannya. Jenis tumbuhan atau pohon yang terdapat di Cagar Alam Cyklops antara lain Matoa [Pometia sp], Ketapang [Teminalia catapa], Mangga [Mangivera sp], Pisang [Musa Paradise], Pinang [Pinanga sp], Sirih [Piper sp], Bitanggur [Callphyllum inophillum], Kayu Besi [Intsia sp], Sagu [Metroxylon sp], Rotan, Palem, dan Anggrek [Dendrobium sp].

Sedangkan hewan [fauna] antara lain Kasuari [Casuarius sp], Cenderawasih [Paradise sp], Babi Hutan [Sus scrofa], Kuskus [Palnger spp], Ayam Hutan [Anurophasias], Tikus Tanah [Malomes sp], Burung Elang [Aciceda subcristata], Bangau [Ralllina mayri], Kakatua Hitam [Prosbosciger aterrimus], Nuri, jenis burung pemakan serangga, dan burung penghisap madu.

Sejak Jaman Belanda, Pegunungan Cyklops dilindungi. Pada tahun 1945 dikeluarkan sebuah ordonansi perlindungan tanah yang meliputi lahan seluas 6300 ha sebelah utara Hollandia [sekarang Jayapura]. Selanjutnya sejak Provinsi Papua menjadi bagian dari NKRI, maka kawasan Cyklops berubah status menjadi Cagar Alam sesuai SK No.56/Kpts/Um/4/1978.

7. CENDERAWASIH KUNING-KECIL ( Paradisaea minor)

Cendrawasih Kuning-kecil atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea minor adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 32cm, dari genus Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, berparuh abu-abu kebiruan dan mempunyai iris mata berwarna kuning. Burung jantan dewasa memiliki bulu di sekitar leher berwarna hijau zamrud mengkilap, pada bagian sisi perut terdapat bulu-bulu hiasan yang panjang berwarna dasar kuning dan putih pada bagian luarnya. Di ekornya terdapat dua buah tali ekor berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, memiliki kepala berwarna coklat tua, dada berwarna putih dan tanpa dihiasi bulu-bulu hiasan.

Populasi Cendrawasih Kuning-kecil tersebar di hutan Irian Jaya dan Papua Nugini. Burung ini juga ditemukan di pulau Misool, provinsi Irian Jaya Barat dan di pulau Yapen, provinsi Papua.

Cendrawasih Kuning-kecil adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Kuning-kecil terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.



Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan sering ditemukan di habitatnya. Cendrawasih Kuning-kecil dievaluasikan sebagai Beresiko Rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar